Jangan Tunda Kenaikan BBM

Harga Minyak US$ 121 Per Barel

[JAKARTA] Pemerintah diminta tidak menunda terlalu lama kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, hal itu justru akan menimbulkan dampak berlipat yang merugikan ekonomi, mengingat masyarakat sudah mengetahui rencana itu.

Kenaikan harus dilakukan secepatnya, untuk mencegah penimbunan BBM oleh spekulan. Di samping itu, juga untuk menghindari peningkatan laju inflasi berganda, karena harga-harga kebutuhan lain sudah telanjur naik, merespons pengumuman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awal pekan ini, mengenai rencana kenaikan BBM.

Demikian pandangan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Pande Radja Silalahi, dan pakar ekonomi politik Adrinof Chaniago, di Jakarta, Rabu (7/5).

Sebelumnya, pada Selasa (6/5) malam, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal kenaikan harga BBM bakal dilakukan awal Juni nanti. Dia mengungkapkan, bahwa saat ini pemerintah tinggal menunggu penyusunan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) yang diperkirakan tiga pekan.

“Untuk BLT, kita perkirakan perlu dana Rp 2 triliun per bulan. Alokasi tahun ini untuk tujuh bulan, mulai Juni,” ungkapnya.

Menurut Rizal Ramli, pola pengambilan keputusan yang berlarut-larut seperti saat ini sangat merugikan masyarakat dan perekonomian. Semakin lama pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM, berpotensi mengakumulasi sikap penolakan dari banyak kalangan di masyarakat. Di samping itu, juga memberi peluang harga barang kebutuhan lain melonjak mendahului kenaikan harga BBM.

Meski demikian, Rizal juga mengkritik pilihan untuk menaikkan harga BBM. Sebab, menurutnya, masih banyak ruang bagi pemerintah untuk mengupayakan langkah lain. “Lifting minyak dibiarkan turun, belanja modal terlambat, utang luar negeri tidak diusahakan untuk dijadwal ulang, serta inefisiensi di Pertamina dan PLN tak kunjung dibereskan,” ungkapnya.

Sementara itu, Pande Radja juga mendesak pemerintah segera menaikkan harga BBM, karena masyarakat sudah memahami kondisi yang dihadapi pemerintah terkait kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan secepatnya itu juga untuk menghindari ulah spekulan minyak.

Senada dengan itu, Adrinof mengingatkan, ketidakpastian kapan pemerintah menaikkan harga dan berapa besaran kenaikan harga BBM menimbulkan keresahan di masyarakat. Dengan berlarut-larutnya pengumuman pemerintah, masyarakat sudah dibayangi kenaikan harga komoditas. Masyarakat akan semakin terpukul, saat harga kebutuhan kembali naik pascapengumuman kenaikan BBM kelak.

Harga minyak mentah dunia pada perdagangan Selasa (6/5) sempat menyentuh posisi tertinggi US$ 121,84, sebelum akhirnya turun menjadi US$ 121, 75 per barel.

Soal BLT

Terkait dengan BLT, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ikhsanuddin Modjo mengkritiknya. “Pemerintah pusat sering bertindak mahamengetahui, dan membuat satu kebijakan yang dianggap sesuai untuk semua daerah. Sebaiknya, dana-dana untuk mengatasi masalah BBM diberikan lewat Dana Alokasi Khusus,” jelasnya.

Pemerintah kabupaten dan kota diberi wewenang untuk mengatur penggunaannya, dalam rangka mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap warganya.

Secara terpisah, Menko Kesra Aburizal Bakrie menilai, BLT efektif membantu masyarakat miskin. [DLS/PD/A-17/D-10/HDS/AFP/E-4]

sumber berita

13 Tanggapan

  1. Setuju-setuju..

    *untung sudah ngga pake BBM bersubsidi lagi 😀

  2. wah, kenapa BBM mesti naik terus, yak? ujung2nya nanti rakyat yang harus jadi korban, mas, sebab biasanya akan berdampak pada kenaikan harga2 kebutuhan pokok. kalau masih ada alternatif lain utk perbaikan ekonomi, kenamap emsti bbm yang mesti jadi sasaran?

  3. kalo itu yang terbaik kenapa ngga ya ?
    idenya bole juga di postingan saya , Insya Allah akan saya pikirkan
    o iya pak , rencana kopdar mau ikutan ?

  4. Rakyat kecil hanya bisa menerima dan mau tak mau harus menjalani.

  5. Rakyat kecil pastinya semakin tak berdaya……
    salam kenal ya……

  6. Sekalian saja bilang ” pemerintah jangan tunda kenaikan harga beras, gula, makanan, produk rumah tangga, transportasi, buku, listrik dan berbagai kebutuhan lain”

    **Kalo berani naik sendiri
    Jangan bawa teman**

  7. Kata “rakyat kecil”-nya kok selalu jadi alasan pembenaran terus?

    Apa ada jaminan pasti rakyat kecil ndak kena imbasnya?

    Saya baru mau percaya kalo itu presiden sama para pengambil kebijakan disumpah dan buat kontrak politik dalam pernyataan bahwa ia akan mundur kalo keadaan ndak akan jadi lebih baik.

  8. saya sering merasa kebijakan pemerintah gak bijak. mengambang. kalau sdh parah baru diputuskan. kenaikan harga bbm mengapa mengambang dulu? akibatnya harga-harga barang sudah naik duluan, demo anarkis, dsb. payah…

  9. Memang saya tidak mengerti apa maksudnya pemerintah telah mengumumkan kenaikan harga BBM tapi tidak bisa menentukan kapan kejadiannya. Akibatnya sebagai antisipasi kerugian, barang2 telah pada ramai dinaikkan harganya belum lagi spekulan2 yang nakal yang menimbun komoditi. Sungguh ini merupakan luapan kenaikan inflasi yang tidak perlu. Ini bukan saja berarti penderitaan bagi rakyat tapi juga ini menandakan bahwa pemerintah kurang begitu becus dalam me-manage laju inflasi!

  10. Jangan Naikkan Harga BBM untuk Rakyat Miskin

    Setelah muncul “desakan” dari organisasi seperti KADIN dan HIPMI (di mana Menko Kesra Aburizal pernah jadi ketua) untuk menaikan harga, akhirnya Menko Perekonomian Boediono menaikan harga BBM sebesar 30%. Alasannya subsidi BBM terlalu besar dan bisa dialihkan jadi subsidi langsung untuk rakyat.

    Pendapat ini keliru dan membuat rakyat menderita. Dari berbagai kliping artikel di media massa seperti Kompas, Tempo, Republika, dsb yang saya kumpulkan di http://www.infoindonesia.wordpress.com, didapat fakta sebagai berikut:

    Pertama karena produksi minyak lebih besar dari impor (produksi minyak 977 ribu bph dan ekspor 500 ribu bph) sementara biaya perolehan BBM hanya US$ 15/barrel dan harga penjualan domestik US$ 77/barrel pemerintah tetap untung meski harga Internasional naik hingga US$ 200/barrel. Simulasi jumlah produksi minyak, impor, dan ekspor serta harga minyak domestik dan internasional di situs itu membuktikan hal ini. Kwik Kian Gie menyatakan bahwa TAK ADA SUBSIDI BBM karena pemerintah sebenarnya sudah untung dengan harga sekarang.

    Kedua, kenaikan harga BBM bukan cuma sekali-dua kali. Tapi sudah berkali-kali dari harga premium Rp 450/liter, kemudian naik jadi Rp 700 hingga jadi Rp 4.500/liter seperti sekarang. Bukannya sejahtera, rakyat justru makin menderita karena kenaikan harga barang yang ditimbulkan. Harga pangan otomatis naik sebab pangan didistribusikan pakai kendaraan dengan BBM.

    Apakah setelah kenaikan semua rakyat miskin dapat subsidi? Saat ini 5 juta BALITA mengalami kurang gizi/busung lapar karena kelaparan.

    Menaikan harga BBM adalah kebijakan ”bagus” untuk MEMISKINKAN RAKYAT. Kenapa? Karena itu sama dengan menaikan harga barang sementara penghasilan rakyat tetap. Bahkan mungkin berkurang/hilang karena perusahaan-perusahaan yang saat ini hidup seperti Zombie gulung tikar hingga terjadi PHK massal. Ini mengurangi penerimaan pemerintah di sektor pajak!

    Subsidi langsung tak jalan karena kriteria orang miskin di Indonesia terlalu rendah. Kriteria miskin di Indonesia adalah jika pendapatan kurang dari Rp 167 ribu/bulan. Jika penghasilan Rp 200 ribu/bulan tidak dapat bantuan karena tidak tergolong miskin. Dengan garis kemiskinan yang rendah ini jumlah orang miskin di Indonesia hanya 37 juta jiwa.

    Menurut standar Bank Dunia, Garis Kemiskinan Absolut adalah US$ 1/hari per orang dan Moderat US$ 2/hari. Dengan standar itu jumlah orang miskin absolut di Indonesia ada 62 juta jiwa dan orang miskin moderat sekitar 123 juta. Dari kriteria garis kemiskinan ini saja sudah ada 25 juta rakyat miskin absolut yang tak dapat bantuan dan bisa kelaparan!

    Pemerintah tidak mampu memberikan bantuan langsung. Hal ini terbukti dari tidak terdatanya 50% penduduk miskin di Kalsel dan adanya kasus ribuan penderita gizi buruk di wilayah Metropolitan Jabodetabek seperti Depok dan Tangerang. Apalagi di berbagai tempat ditemukan pejabat yang mengkorup BLT atau operasi pasar. Jika di wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Jakarta terjadi kelaparan, apalagi di daerah lain.

    Pemerintah dan para ekonom Neoliberalis selalu berasumsi bahwa ”subsidi BBM” hanya dinikmati orang kaya karena pemilik kendaraan pasti orang kaya. Karena itu harga BBM harus dinaikan mengikuti harga Internasional.

    Asumsi itu keliru. Banyak sopir angkutan umum seperti bis kota, Metromini, Mikrolet yang memakai BBM. Mereka miskin dan akan terpukul dengan kenaikan harga BBM. Para penumpang angkutan umum dari kalangan bawah menderita jika harga BBM naik karena ongkos juga naik. Saat ini para pekerja dengan gaji UMR menghabiskan sekitar 30% dari gajinya untuk transportasi.

    Seharusnya pemerintah mengambil kebijakan yang lebih baik. Jika produksi BBM dalam negeri 1 juta bph dan kebutuhan 1,2 juta bph, maka dengan harga US$ 77/barrel (Rp 4.500/liter) pemerintah sudah untung US$ 62/barrel karena biaya pengadaan minyak domestik hanya US$ 15/barrel.

    Orang-orang kaya harus beli BBM impor sebesar 200 ribu bph dengan harga Internasional ditambah PPN BBM 10-20%.

    Sebaliknya, pemerintah jangan menaikan harga BBM untuk rakyat kecil karena rakyat sudah cukup menderita dengan berbagai kenaikan harga seperti minyak goreng dari Rp 6.000 jadi Rp 16.000/kg.

    Berikan harga lebih rendah untuk kendaraan plat kuning seperti angkutan umum bis, mikrolet dan truk pengangkut barang agar rakyat kecil yang menggunakannya tidak menderita.

    Pemerintah minta rakyat hemat sementara pemerintah justru menjual sebagian besar energi ke luar negeri seperti Jepang, Taiwan, Korsel, dan sebagainya.

    Meski saat ini produksi BBM turun jadi 977 ribu bph, pemerintah tetap mengekspor 500 ribu bph ke luar negeri. Indonesia merupakan eksportir LNG terbesar di dunia! Indonesia mengekspor 70% produksi batu bara ke luar negeri. Sementara listrik di berbagai tempat padam dan rakyat terbuang waktunya untuk antre gas, minyak tanah, dan BBM.

    Apa ini tidak tragis? Jepang, Taiwan, dan Korsel meski tidak punya sumber energi rakyatnya tidak kekurangan, sementara Indonesia yang kaya energi rakyatnya menderita kekurangan gas dan BBM.
    http://infoindonesia.wordpress.com

  11. Kebijakan yang paling bijak adalah pemerintah segera menaikan harga BBM saat ini juga… Jangan tunda lagi Pak!! Rakyat Indonesia sudah terlalu dimanjakan dengan subsidi… Indonesia harus berubah! Yakinlah, tidak ada satu manusiapun yang akan kelaparan jika dia mau berusaha dan mau berbagi…

  12. Saya salut dengan pak SBY, dalam kondisi melambungnya harga minyak dunia, Indonesia masih bisa stabil…. Bayangin coba kalo presidennya Gus Dur atau Bu Mega???

  13. wah menarik neh topiknya!!
    ikutan yach!!
    sekarang gencar-gencarnya bbm naik, setelah bbm naik apalagi yang naik yach??pasti bahan pokok makanan soalnya untuk angkutnya tuh harus diperhatikan, kemudian pendidikan sebelum bbm naik untuk wajib belajar pendidikan 9 tahun karena rakyat yang berada dipelosok tuh (jangan yang ada di kota yach!!) biasanya mereka berfikir kok biaya pendidikan lebih besar ongkos yach!! lebih baik yang mana??sedangkan jarak sekolah jauh, harus bagaimana??ato harus jalan kaki??wah nanti disetrap dong sama guru?ato belom belajar temen-temen udah pada pulang!! ga jadi dong belajarnya!! harus gimana neh??berarti mendingan ga sekolah. trus masalah blt berapa besar yach??
    soalnya penyakit korupsi susah tuh selama manusia masih suka uang!!rakyat hanya bisa pasrah terhadap pemerintah sekarang!!percuma saja karena aspirasi ya aspirasi harus kemana aspirasi rakyat di sampaikan??ke presiden langsung???apa mungkin yach??orang yang menginjak jalan yang akan dilewatin presiden juga udah diberlakukan tidak enak apa lagi nyampein aspirasi. uuuuh deh!!

Tinggalkan komentar